Asam Basa dan Stoikiometri Larutan

Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat dan asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak.
Jeruk mengandung asam sitrat yang merupakan asa
A. Teori Asam dan Basa Arrhenius
Larutan asam dan basa merupakan contoh dari larutan elektrolit. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius (1859-1897) seorang ilmuwan Swedia yang memenangkan hadiah nobel atas karyanya di bidang ionisasi, memperkenalkan pemikiran tentang senyawa yang terpisah atau terurai menjadi bagian ion-ion dalam larutan. Dia menjelaskan bagaimana kekuatan asam dalam larutan aqua (air) tergantung pada konsentrai ion-ion hidrogen di dalamnya.
Asam adalah zat yang menghasilkan ion hidrogen dalam larutan
Basa adalah zat yang menghasilkan ion hidroksida dalam larutan
Asam sulfat dan magnesium hidroksida dalam air mengion sebagai berikut.

Penetralan terjadi karena ion hidrogen dan ion hidroksida bereaksi untuk menghasilkan air.
Tabel 1. Berbagai Jenis Asam

Tabel 2. Berbagai Jenis Basa
Pembatasan Teori Arhenius
Asam hidroklorida (asam klorida) dinetralkan oleh kedua larutan natrium hidroksida dan larutan amonia. Pada kedua kasus tersebut, akan diperoleh larutan tak berwarna yang dapat dikristalisasi untuk mendapatkan garam berwarna putih, baik itu natrium klorida maupun amonium klorida.
Keduanya jelas merupakan reaksi yang sangat mirip. Persamaan lengkapnya adalah:

Pada kasus natrium hidroksida, ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari natrium hidroksida, sejalan dengan teori Arrhenius. Akan tetapi, pada kasus amonia, tidak muncul ion hidroksida sedikit pun. Kita bisa memahami hal ini dengan mengatakan bahwa amonia bereaksi dengan air yang melarutkan amonia tersebut untuk menghasilkan ion amonium dan ion hidroksida:

Reaksi ini merupakan reaksi reversibel dan pada larutan amonia encer yang khas, sekitar 99% sisa amonia ada dalam bentuk molekul amonia. Meskipun demikian, pada reaksi tersebut terdapat ion hidroksida dan kita dapat menyelipkan ion hidroksida ini ke dalam teori Arrhenius. Akan tetapi, reaksi yang sama juga terjadi antara gas amonia dan gas hidrogen klorida.

Pada kasus ini, tidak terdapat ion hidrogen atau ion hidroksida dalam larutan karena bukan merupakan suatu larutan. Teori Arrhenius tidak menghitung reaksi ini sebagai reaksi asam dan basa, meskipun pada faktanya reaksi tersebut menghasilkan produk yang sama seperti ketika dua zat tersebut berada dalam larutan.
B. Tetapan Kesetimbangan Air (KW)
Air murni hampir tidak menghantarkan arus listrik. Hanya alat pengukuran yang sangat peka yang dapat menunjukkan bahwa air murni memiliki daya hantar listrik yang sangat kecil. Artinya, hanya sebagian kecil molekul-molekul air dapat terionisasi menjadi ion H+ dan ion OH.
Persamaan ionisasi air dapat ditulis sebagai:

Pada suhu 25 °C, Kw yang didapat dari percobaan adalah 1,0 × 10–14. Harga Kw ini tergantung pada suhu, tetapi untuk percobaan yang suhunya tidak terlalu menyimpang jauh dari 25 °C, harga Kw itu dapat dianggap tetap.
C. Kekuatan Asam dan Basa
Larutan asam dan larutan basa yang merupakan larutan elektrolit juga dibedakan atas asam-basa kuat dan asam-basa lemah. Perbedaan kekuatan larutan asam-basa ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ion-ion pembawa sifat asam dan ion-ion pembawa sifat basa yang dihasilkan saat terionisasi.
Kekuatan Asam
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion-ion H+ yang dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+ yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.
  • Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut.

  • Asam Lemah
Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi kesetimbangan. Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

dengan Ka = tetapan ionisasi asam
Konsentrasi ion H+ asam lemah juga dapat dihitung jika derajat ionisasinya (α) diketahui.

Kekuatan Basa
Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion-ion OHyang dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion OH- yang dihasilkan, larutan basa juga dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.
  • Basa Kuat
Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan. Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.

  • Basa Lemah
Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan. Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

dengan Kb = tetapan ionisasi basa
Konsentrasi ion OH basa lemah juga dapat dihitung jika derajat ionisasinya (α) diketahui.

D. Derajat Keasaman (pH)
Konsep pH
Untuk menyatakan tingkat atau derajat keasaman suatu larutan, pada tahun 1910, seorang ahli dari Denmark, Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan suatu bilangan yang sederhana. Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi H+. Bilangan ini kita kenal dengan skala pH. Harga pH berkisar antara 1 – 14 dan ditulis:


Sedangkan hubungan antara pH dan pOH adalah:
Kw = [H+] [OH]
– log Kw = –log [H+] + (–log [OH])
Pada suhu 25 ºC, pKw = pH + pOH = 14
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:
a. Larutan bersifat netral jika [H+] = [OH] atau pH = pOH = 7
b. Larutan bersifat asam jika [H+] > [OH] atau pH < 7
c. Larutan bersifat basa jika [H+] < [OH] atau pH > 7
Pengukuran pH
  • Menggunakan Berbagai Indikator
Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dapat berubah warna pada rentang harga pH tertentu (James E. Brady, 1990). Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH indikator. Indikator memiliki trayek perubahan warna yang berbeda-beda. Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh daerah irisan pH larutan. Contoh, suatu larutan dengan brom timol biru (6,0–7,6) berwarna biru dan dengan fenolftalein (8,3–10,0) tidak berwarna, maka pH larutan itu adalah 7,6–8,3. Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenolftalein tidak berwarna, berarti pH larutan kurang dari 8,3.

  • Menggunakan indikator Universal
pH suatu larutan juga dapat ditentukan dengan menggunakan indikator universal, yaitu campuran berbagai indikator yang dapat menunjukkan pH suatu larutan dari perubahan warnanya.

  • Menggunakan pH-meter
pH–meter adalah alat pengukur pH dengan ketelitian yang sangat tinggi.

  • Perhitungan pH larutan
Setelah kita dapat menghitung konsentrasi ion H+ dan ion OH–, maka kita dapat menghitung harga pH–nya.
Contoh:
Hitunglah pH larutan berikut.
a. H2SO4 0,04 M
b. CH3COOH 0,1 M (Ka = 10–5)
Jawab:

E. Reaksi Penetralan
Reaksi Asam dengan Basa Menghasilkan Air dan Garam
Jika larutan asam dan basa dicampur, maka ion H+ dari asam dan ion OH– dari basa akan bergabung membentuk molekul air, sedangkan anion dari asam dan kation dari basa akan berikatan membentuk senyawa garam. Karena hasil reaksi antara asam dengan basa membentuk air yang bersifat netral, maka reaksi tersebut disebut reaksi penetralan. Tetapi karena reaksi tersebut juga menghasilkan garam, maka reaksi tersebut juga sering dikenal dengan sebutan reaksi penggaraman.

Walaupun reaksi asam-basa disebut reaksi penetralan, tetapi hasil reaksi itu (garam) tidak selalu bersifat netral, melainkan tergantung pada kekuatan asam–basa yang membentuknya. Jika larutan asam dan basa dicampur, maka sifat garam yang terbentuk ada tiga kemungkinan, yaitu:
  1. Jika asam kuat + basa kuat à garam (netral)
  2. Jika asam kuat + basa lemah à garam (asam)
  3. Jika asam lemah + basa kuat à garam (basa)
 Titrasi Asam–Basa
Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan ini disebut titrasi asam-basa. Titrasi adalah penambahan larutan baku (larutan yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain dengan bantuan indikator sampai tercapai titik ekuivalen. Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Saat perubahan warna indikator disebut titik akhir titrasi (James E. Brady, 1990).
 Perubahan pH pada Reaksi Asam–Basa
Suatu asam yang mempunyai pH kurang dari 7 jika ditambah basa yang pH–nya lebih dari 7, maka pH asam akan naik, sebaliknya suatu basa jika ditambah asam, maka pH basa akan turun. Apabila penambahan zat dilakukan tetes demi tetes kemudian dihitung pH–nya akan diperoleh kurva titrasi, yaitu grafik yang menyatakan pH dan jumlah larutan standar yang ditambah.
1. Titrasi Asam Kuat oleh Basa Kuat
Misalnya, 25 mL HCl 0,1 M (asam kuat) dititrasi oleh NaOH 0,1 M (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi. Pada grafik, diperlihatkan ciri penting dari kurva titrasi NaOH – HCl bahwa pH berubah secara lambat sampai dekat titik ekuivalen. Penambahan NaOH menyebabkan harga pH naik sedikit demi sedikit. Namun, pada titik ekuivalen, pH meningkat sangat tajam kira-kira 6 unit (dari pH 4 sampai pH 10) hanya dengan penambahan 0,1 mL (± 2 tetes). Setelah titik ekuivalen, pH berubah amat lambat jika ditambah NaOH. Indikator-indikator yang perubahan warnanya berada dalam bagian terjal kurva titrasi ini, yaitu indikator yang mempunyai trayek pH antara 4 sampai 10 cocok digunakan untuk titrasi tersebut. Indikator yang dapat digunakan pada titrasi ini adalah metil merah, brom timol biru, dan fenolftalein. Untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat, besarnya pH saat titik ekuivalen adalah 7.

2. Titrasi Asam Lemah oleh Basa Kuat
Penetralan asam lemah oleh basa kuat agak berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Contohnya, 25 mL CH3COOH 0,1 M dititrasi oleh NaOH 0,1 M. Mula-mula sebagian besar asam lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion CH3COOH, bukan H+ dan CH3COO. Dengan basa kuat, proton dialihkan langsung dari molekul CH3COOH yang tak mengion ke OH. Untuk penetralan CH3COOH oleh NaOH, persamaan ion bersihnya sebagai berikut (James E. Brady, 1990).
CH3COOH(aq) + OH(aq) –>  H2O(l) + CH3COO(aq)
3.  Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat
Jika 25 mL NH4OH 0,1 M (basa lemah) dititrasi dengan HCl 0,1 M (asam kuat), maka besarnya pH semakin turun sedikit demi sedikit, kemudian mengalami penurunan drastis pada pH antara 4 sampai 7. Titik ekuivalen terjadi pada pH kurang 7. Oleh sebab itu, indikator yang paling cocok adalah indikator metil merah.
 F. Teori Asam dan Basa Bronsted-Lowry
Menanggapi kekurangan teori asam-basa Arrhenius tersebut, pada tahun 1923, seorang ahli dari Denmark bernama Johanes N. Bronsted dan Thomas M. Lowry dari Inggris yang bekerja sendiri-sendiri, tetapi dalam waktu yang bersamaan mengembangkan konsep asam-basa berdasarkan serah-terima proton (H+). Konsep asam-basa berdasarkan serah-terima proton ini dikenal dengan konsep asam-basa Bronsted-Lowry.
Asam adalah donor proton (ion hidrogen)
Basa adalah akseptor proton (ion hidrogen)
 Hubungan antara teori Bronsted-Lowry dan teori Arrhenius
Teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius. Teori Bronsted-Lowry merupakan perluasan teori Arrhenius. Ion hidroksida tetap berlaku sebagai basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan membentuk air. Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan molekul air melalui pemberian sebuah proton pada molekul air.
Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroklorida, molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen dativ) terbentuk antara satu pasangan mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl. Menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.

Ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa, yang berfungsi sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton ditransferkan dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air.

Tampilan elektron terluar, tetapi mengabaikan elektron pada bagian yang lebih dalam:

Adalah sesuatu hal yang penting untuk mengatakan bahwa meskipun kita berbicara tentang ion hidrogen dalam suatu larutan, H+(aq), sebenarnya kita sedang membicarakan ion hidroksonium.
 Permasalahan Hidrogen Klorida / Amonia
Hal ini bukanlah suatu masalah yang berlarut-larut dengan menggunakan teori Bronsted-Lowry. Apakah kita sedang membicarakan mengenai reaksi pada keadaan larutan ataupun  ada keadaan gas, amonia adalah basa karena amonia menerima sebuah proton (sebuah ion hidrogen). Hidrogen menjadi tertarik ke pasangan mandiri pada nitrogen yang terdapat pada amonia melalui sebuah ikatan koordinasi.

Jika amonia berada dalam larutan, amonia menerima sebuah proton dari ion hidroksonium:

Jika reaksi terjadi pada keadaan gas, amonia menerima sebuah proton secara langsung dari hidrogen klorida:

Cara yang lain, amonia berlaku sebagai basa melalui penerimaan sebuah ion hidrogen dari asam.
 Beberapa contoh asam basa konjugasi
Pasangan Asam Basa konjugasi
Ketika hidrogen klorida dilarutkan dalam air, hampir 100% hidrogen klorida bereaksi dengan air menghasilkan ion hidroksonium dan ion klorida. Hidrogen klorida adalah asam kuat, dan kita cenderung menuliskannya dalam reaksi satu arah:

Pada faktanya, reaksi antara HCl dan air adalah reversibel, tetapi hanya sampai pada tingkatan yang sangat kecil. Supaya menjadi bentuk yang lebih umum, asam dituliskan dengan HA, dan reaksi berlangsung reversibel.

Perhatikan reaksi ke arah depan:
  • HA adalah asam karena HA mendonasikan sebuah proton (ion hidrogen) ke air
  • Air adalah basa karena air menerima sebuah proton dari HA
Akan tetapi ada juga reaksi kebalikan antara ion hidroksonium dan ion A- :
  • H3O+ adalah asam karena H3O+ mendonasikan sebuah proton (ion hidrogen) ke ion A-
  • Ion A- adalah basa karena A- menerima sebuah proton dari H3O+
Reaksi reversibel mengandung dua asam dan dua basa. Kita dapat menganggapnya berpasangan, yang disebut pasangan konjugasi.

Ketika asam, HA, kehilangan sebuah proton asam tersebut membentuk sebuah basa A-. Ketika sebuah basa, A-, menerima kembali sebuah proton, basa tersebut kembali berubah bentuk menjadi asam, HA. Keduanya adalah pasangan konjugasi.
Anggota pasangan konjugasi berbeda antara satu dengan yang lain melalui kehadiran atau ketidakhadiran ion hidrogen yang dapat ditransferkan.
Jika kita berpikir mengenai HA sebagai asam, maka A- adalah sebagai basa konjugasinya. Jika kita memperlakukan A- sebagai basa, maka HA adalah sebagai asam konjugasinya. Air dan ion hidroksonium juga merupakan pasangan konjugasi. Memperlakukan air sebagai basa, ion hidroksonium adalah asam konjugasinya karena ion hidroksonium memiliki kelebihan ion hidrogen yang dapat diberikan lagi. Memperlakukan ion hidroksonium sebagai asam, maka air adalah sebagai basa konjugasinya. Air dapat menerima kembali ion hidrogen untuk membentuk kembali ion hidroksonium.
Zat amfoter
Suatu zat yang dapat berperilaku baik sebagai asam atau sebagai basa digambarkan sebagai amfoter.

G. Teori Asam dan Basa Lewis
Pada tahun 1938 seorang ilmuwan bernama G.N. Lewis menyatakan bahwa dalam transfer proton (H+) dari asam ke basa, proton akan bergabung dengan pasangan elektron bebas dari basa dan membentuk suatu ikatan kovalen.
Asam adalah akseptor pasangan elektron
Basa adalah donor pasangan elektron
Hubungan antara teori Lewis dan teori Bronsted-Lowry
Basa Lewis
Hal yang paling mudah untuk melihat hubungan tersebut adalah meninjau dengan tepat mengenai basa Bronsted-Lowry ketika basa Bronsted-Lowry menerima ion hidrogen. Tiga basa Bronsted-Lowry dapat kita lihat pada ion hidroksida, amonia dan air, dan ketiganya bersifat khas.

Teori Bronsted-Lowry mengatakan bahwa ketiganya berperilaku sebagai basa karena ketiganya bergabung dengan ion hidrogen. Alasan ketiganya bergabung dengan ion hidrogen adalah karena ketiganya memiliki pasangan elektron bebas seperti yang dikatakan oleh Teori Lewis. Keduanya konsisten.
Pada teori Lewis, tiap reaksi yang menggunakan amonia dan air menggunakan pasangan elektron bebasnya untuk membentuk ikatan koordinasi yang akan terhitung selama keduanya berperilaku sebagai basa.
Berikut ini reaksi yang berhubungan dengan ikatan koordinasi. Amonia bereaksi dengan BF3 melalui penggunaan pasangan elektron bebas yang dimilikinya untuk membentuk ikatan koordinasi dengan orbital kosong pada boron.

Amonia menjadi sama persis seperti ketika amonia bereaksi dengan sebuah ion hidrogen. Amonia menggunakan pasangan elektron bebasnya untuk membentuk ikatan koordinasi. Jika kita memperlakukannya sebagai basa pada suatu kasus, hal ini akan berlaku juga pada kasus yang lain.
 Asam Lewis
Asam Lewis adalah akseptor pasangan elektron. Pada contoh sebelumnya, BF3 berperilaku sebagai asam Lewis melalui penerimaan pasangan elektron bebas milik nitrogen. Pada teori Bronsted-Lowry, BF3 tidak sedikitpun disinggung menganai keasamannya. Inilah tambahan mengenai istilah asam dari pengertian yang sudah biasa digunakan. Bagaimana dengan reaksi asam basa yang lebih pasti seperti, sebagai contoh, reaksi antara amonia dan gas hidrogen klorida.

Klor lebih elektronegatif dibandingkan dengan hidrogen, dan hal ini berarti bahwa hidrogen klorida akan menjadi molekul polar. Elektron pada ikatan hidrogen-klor akan tertarik ke sisi klor, menghasilkan hidrogen yang bersifat sedikit positif dan klor sedikit negatif.

Pasangan elektron bebas pada nitrogen yang terdapat pada molekul amonia tertarik ke arah atom hidrogen yang sedikit positif pada HCl. Setelah pasangan elektron bebas milik nitrogen mendekat pada atom hidrogen, elektron pada ikatan hidrogen-klor tetap akan menolak ke arah klor.
Akhirnya, ikatan koordinasi terbentuk antara nitrogen dan hidrogen dan klor terputus keluar sebagai ion klorida. Hal ini sangat baik ditunjukkan dengan notasi “panah melengkung” seperti yang sering digunakan dalam mekanisme reaksi organik.