Penilaian Hasil Belajar Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013


Penilaian otentik merupakan ciri khas kuriulum 2013.  Pelaksananya mengukur masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud 81a 2013).  Melaksanakan penilaian autentik, seperti yang dijelaskan dalam paduan penilaian proses dan hasil belajar dari Direktorat PSMA  menyatakan bahwa dalam melaksanakan penilaian autentik guru hendaknya memperhatikan tujuh kriteria berikut:
  1. Dilakukan secara menyeleuruh untuk menilai masukan, proses, dan keluaran pembelajaran.
  2. Terpadu dengan pembelajaran.
  3. Menilai kesiapan, proses, dan haslil blajar peserta didik secara utuh.
  4. Meliputi ranah sikap , keterampilan, dan pengetahuan.
  5. Relevan dengan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran.
  6. Tidak hanya mengukur yang siswa ketahui, tetapi mengukur yang peserta didik lakukan.
Panduan praktis di atas sesuai dengan hasil analisis Jon Mueller sebagaimana yang dapat dilihat pada table di bawah ini.
Penilaian Tradisional
Penilaian Autentik
Memilih/Merespon: Siswa memililh jawaban, menentukan pilihan, dan menjawab dengan uraian. Melaksanakan kegiatan:Siswa melakukan aktivitas yang sesungguhnya sehingga memperoleh pengalaman belajar.
Dikondisikan: Akavitas siswa dikondisikan sesuai dengan keinginan penguji, seperti memilih jawaban yang dikodisikan guru. Kenyataan Hidup: Guru menilai  kenyataan yang sesungguhnya siswa lakukan pada kehidupan nyata  dalam waktu pendek.
Mengingat/ Menyatakan:Siswa mengingat atau menyatakan informasi yang mereka kuasai.  Konstruksi/Aplikasi: Penilaian Autentik memperhatikan siswa menganalisis atau mengaplikasikan ilmu dalam proses berkreasi, berinovasi atau mencipta..
Struktur Dirancang Guru: Siswa perlu berhati-hati untuk mengembangkan struktur yang guru harapkan, memenuhi target seperti yang guru inginkan. Struktur Prilaku Dikembangkan Siswa: Penilaian autenik memberi ruang kepada siswa  mengembangkan konstruksi  sesuai dengan keinginannya
Bukti Tidak Langsung: Dalam penilaian tradisional melalui tes pilihan ganda, misalnya, memperoleh bukti kompetensi siswa tidak langsung Bukti Langsung: Dalam penilaian autentik guru memperoleh bukti langsung tentang perkembangan kompetensi yang ditunjukkan siswa secara
langsung
Disarikan dari :Jon Mueller: http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisit.htm
Pada panduan pelaksanaan Kurikulum 2013, Pemendikbud 81A, menjelaskan bahwa yang menjadi sasaran penilain ialan proses dan hasil belajar siswa. Penilain proses meliputi aktivitas mengamati, menanya; mengumpulkan informasi, mengasosiasi,  dan mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak, membaca, dan melihat.
Aktivitas menanya meliputi kegaitan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang belum siswa pahami dari yang diamatinya. Karena itu pembelajaran dianjurkan dimulai dari  siswa mencari tahu dengan cara bertanya dengan benar. Pada langkah ini siswa merumuskan pertanyaan untuk merumuskan yang ingin dipelajarinya. Karenanya pertanyaan selain menggali rasa ingin tahunya, juga dapat menggali ruang pikiran untuk mengembangkan dugaan sementara atau hipotesis.
Untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukannya siswa mencoba menghimpun informasi dengan cara  membaca sumber belajar yang ada dalam kelas,  mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan percobaan, mengadakan wawancara dari nara sumber, menonton filem, melakukan kunjungan ke perpustakaan, mengeksplorasi dari internet, atau menggali sumber lain seperti diskusi dengan teman dalam kelompok. Di sini terkandung kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Kegiatan dilanjut dengan  mengolah informasi yang sudah siswa himpun. Pengolahan informasi seperti  menganalisis, mengelompokkan data yang sejenis, membadingkan perbedaan, membandingkan kosep yang bertentangan sehingga siswa dapat menambah keluasan dan kedalaman  informasi. Melalui pengolahan informasi siswa menentukan solusi atas masalah yang telah mereka rumuskan dalam kegiatan awal pembelajaran. berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai pada yang bertentangan. Dari hasil analisis siswa mencoba merumuskan kesimpulan. Dalam proses ini sebenarnya siswa mengembangkan pengalaman menalar atau mengasosiasi.
Pada proses mengolah informasi siswa perlu mendapatkan dorongan untuk bersikap jujur, teliti, disiplin,  taat aturan, kerja keras, serta menerapkan keterampilan berpikir, menerapkan prosedur dan menafsirkan data sehingga dapat memperoleh menyimpulkan .
Kegiatan inti berikutnya adalah menyampaikan hasil pengamatan atau  mengkomunikasikan kesimpulan. Pada tahap ini siswa belajar ujntuk mengomunikasikan materi yang mereka pelajari baik secara lisan, tertulis, atau menggunakan media.
Data hasil penilain meliputi data perkembangan belajar siswa dalam proses pelaksanaan belajar sehari-hari hasil pengamatan guru, penilaian diri, dan penilaian teman, hasil ulangan harian lisan maupun tulisan, nilai hasil karya, dan nilai tugas yang terhimpun menjadi nilai portofolio.
Untuk mengolah nilai, Direktorat Pembinaan SMA memberi rambu penelaian sebagai berikut:

Kurikulum 2013 dan Konsep Pengembangan Inovator

Apa yang menyebabkan innovator berbeda dari kebanyakan orang? Pertanyaan tersebut menjadi dasar Jeffrey H. Dyer, Hal B. Gregersen, dan Clayton M. Christensen dari Universitas Harvard mengembangkan pemikiran besarnya  sehingga melahirkan pemikiran yang mengubah pemikiran dunia pendidikan. Buah pikirannya ditulis dalam The Innovator’s DNA (2009). Inti laporannya menyatakan bawa inovator memiliki empat aktivitas utama dan satu ciri khas berpikirnya sehingga mereka menjadi berbeda.
Empat pola tindak yang membuat innovator menemukan hal-hal baru yaitu:
  • Menanya. Inovator keluar dari keadaan lama. Dengan menanya mereka dapat menggali dan mempertimbangkan kemungkinan-ke mungkinan baru. Dinyata dalam tulisannya bahwa kecerdasan kreatifnya tidak berasal dari kemampuan menjawab dengan benar, tetapi digali dengan keterampilan menanya. Penjelasan ini menegaskan pentingnya keterampilan menanya sebagai bagian dari proses untuk memahami dan memenuhi rasa ingin tahu.
  • Mengamati: Inovator mendeteksi hal detil yang kecil-kecil seperti mengamati perilaku pelanggan, pemasok, serta memperhatikan perusahaan lain yang menunjukkan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu.
  • Mencoba: Innovator tanpa henti mencoba dan mencoba pengalaman baru serta menjelajahi pengalan yang berbeda dari sebelumnya.
  • Networking  atau membentuk jejaring. Innovator berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, mereka mendapatkan pandangan dari berbagai perspektif yang berbeda. Hasil identifikasi ini mengandung penegasan bahwa kecerdasan berinteraki dan berkolaborasi merupakan faktor penting yang menunjang daya inovasi.
Keempat pola tindak tersebut secara bersama-sama membantu para innovator mengasosiasi atau menalar sehingga dapat menumbuhkan wawasannya. Dengan demikian terdapat lima keterampilan penggerak innovator yaitu: menanya, mengamati, mencoba, membentuk jejaring dan mengintegrasikan keempatnya dengan dukungan kecakapan bernalar untuk membentuk wawasan terbarukan.
Yang terkait dengan proses pengembangan pengusaan pengetahuan siswa telah dirumuskan oleh David Krathwohl (2002) pada  revisi pemikiran Bloom yang tergambar pada diagram berikut:
Pada gambar tampak bahwa proses pengembangan kognitif meliputi dua dimensi. Pertama pengembangan pengetahuan yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Dimensi kedua adalah pengembangan kecakapan berpikir yang terdiri atas enam level yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi.
Peningkatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan berpikir bagaikan dua sisi mata uang yang selalu terintegrasi. Pada gambar di atas, pendidik dapat mengembangkan pengetahuan faktual siswa dari mulai level berpikir paling bawah yaitu mengingat sampai dengan yang tertinggi yaitu mencipta. Demikian pula dengan komponen pengetahuan berikutnya. Gambar ini dapat memandu guru mengembangkan indikator kompetensi pada setiap sel sehingga menjadi variatif dan tingkat kesulitannya dapat dikembangkan bergradasi.
Pemikiran Jeffrey H. Dyer  terkait pada aktivitas belajar yang dapat dikembangkan, sedangkan pemikiran Krathwohl terkait pada kompetensi pungasaan pengetahuan dan level berpikir. Kedua pemikiran besar ini menjadi dasar dalam mengembangkan kompetensi penguasaan pengetahuan, kecakapan berpikir, dan aktivitas belajar. Bedanya dalam pengembangan pengetahuan diperlukan kecerdasan logis-matematis yang potensinya sesuai dengan yang dimilikinya, sedangkan dalam mengembangkan daya inovasi adalah mengembangkan kecerdasan kreatif yang dapat dilatih dan dikembangkan secara berkelanjutan.
Menyangkut pengembangan kecerdasan tidak dapat dilepaskan dari teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner tentang multiple intelligence.
Referensi:
  • Gardner, H., & Hatch, T. (1989). Multiple intelligences go to school: Educational implications of the theory of multiple intelligences. Educational Researcher, 4-10. retrieved 15 July 2013 from JSTOR
  • David R. Krathwohl (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/documents/Krathwohl.pdf
  • Jeffrey H. Dyer, Hal B. Gregersen, dan Clayton M. Christensen (2009). The Innovator’s DN, http://www.barnesandnoble.com/w/innovators-dna-jeff-dyer/1100744423