yang harus dilakukan guru dalam proses belajar - mengajar
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Aspek
administrasi dari pelaksanaan proses belajar - mengajar adalah pengalokasian
dan pengaturan sumber-sumber yang ada di sekolah untuk memungkinkan proses
belajar - mengajar itu dapat dilakukan guru dengan seefektif mungkin. Sering
kali sumber tersebut sangat terbatas sehingga sangat mungkin dipergunakan pula
oleh kelas lain dalam waktu yang bersamaan. Jika hal ini terjadi guru harus
dapat merealokasikan waktu atau tempat sehingga tidak mengganggu program
sekolah secara keseluruhan.
Dalam
hal in kerja sama dan konsultasi dengan kepala sekolah merupakan syarat yang
harus dilakukan Di dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, guru harus
selalu waspada terhadap gangguan yang mungkin terjadi karna kesalahan
perencanaan fasilitas serta sumber lain yang mendukung proses belajar - mengajar
tersebut. Pertemuan - pertemuan dengan guru lain atau kepala sekolah dapat
dipakai sebagai wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di samping
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru itu sendiri.
Peningkatan
kemampuan profesional ini dapat dilakukan dengan pertukaran informasi antara
guru bidang studi yang sejenis. Komunikasi dengan guru bidang studi lain
dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan mata pelajaran itu dengan mata
pelajaran selanjutnya. Di samping itu, juga untuk mendapatkan balikan tentang
bagian - bagian mana dari bahan belajar yang tidak atau sukar dikuasai oleh
siswa. Komunikasi dengan guru bidang studi dimaksudkan agar ada integrasi
antara mata - mata pelajaran yang diberikan guru bidang studi dengan guru
bidang studi lain.
2.
RUMUSAN
MASALAH
Beberapa hal
yang harus diperhatikan seorang Guru dalam Proses Belajar Mengajar Ialah :
1.
Masalah
pengelolahan Kelas
2.
Masalah
Pendekatan / Pendekatan kekeluargaan
3.
Masalah
Media Sumber Belajar / alat bantu yang berguna dalam kegiatan Belajar Mengajar
4.
Penggunaan
Metode ( tidak hanya Ceramah )
5.
Evaluasi
BAB II
ISI
1. PENGELOLAHAN
KELAS
Kegiatan mengelola kelas bermaksud
menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar
itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan
segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, mengembangkan
aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan
mengelola kelas.
Untuk
dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus
mampu:
- Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok;
- Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
- Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.
Ada
dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang
bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok
seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun
demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama
apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas
yang menjadi tanggung jawabnya.
Masalah
Perorangan
Penggolongan
masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia
akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku,
yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut
balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan
makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian
orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang
siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan
sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah
laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian
yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok),
membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya,
tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat
dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan
orang lain.
Tingkah
laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih
mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan
adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain
dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif
tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak
melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan
secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.
Siswa
yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari
bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain.
Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap
sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering
dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau
dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam
pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka
bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif
sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif
dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang ).
Siswa
yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu
berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang
bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini
menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.
Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan
tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan
ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada
empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan
seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
-
Pertama,
jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal
itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah
mencari perhatian. ( attention getting behaviors).
-
Kedua,
jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda
bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. (power
seeking behaviors).
-
Ketiga,
jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang
bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas. ( revenge seeking behaviors).
-
Dan
keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda
bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. (passive
behaviors).
Ditekankan,
guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah
tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah
ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran)
agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
Masalah
Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah
kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
- Kekurang-kompakan
- Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok
- Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
- Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang
- Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja
- Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes
- Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Kekurang-kompakan
kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para
anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini.
Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak
sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa
di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga
mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa
tidak saling bantu membantu.
Jika
suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas
yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan
mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik;
bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang;
berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa
diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau
menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
Reaksi
negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar
yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok
itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota
kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap
“menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan
kelompok.
Penerimaan
kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu
mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku
menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah
perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar
yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan
masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih
perlu mendapat perhatian.
Masalah
kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap
hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil
untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi
ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak
adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan
kekhawatiran.
Masalah
kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan
tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun
terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas,
kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di
rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan
lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.
Pada
umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
Ketidak-mampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi
secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian
keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok,
perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu
terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu
ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai
ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah
tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya
kelas itu adalah kelas yang baik.
Jenis
pendekatan pengelolaan kelas yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah
pengelolaan kelas.
1.
Penggunaan
pendekatan “larangan dan anjuran”
Dalam
menghadapi masalah pengelolaan kelas ada berbagai macam
pendekatan yang sering dan sudah biasa digunakan oleh guru.Pendekatan yang
pertama ialah pendekatan pemberian sejumlah ‘larangan dan anjuran’.Yang
dimaksud dengan pemberian larangan dan anjuran adalah berupa peraturan mengenai
hal-hal yang tidak boleh yang dilakukan dan juga berupa anjuran atau saran
mengenai hal-hal dan tingkah laku yang semestinya dilakukan oleh siswa.
a.
Penghukuman atau pengancaman
Tindakan penghukuman atau pengancaman adalah tindakan berupa pemberian
hukuman atau ancaman baik fisik ataupun nonfisik yang digunakan saat membuat
masalah ataupun untuk mencegah siswa membuat masalah.Tindakan ini mungkin dapat
menghentikan tingkah laku buruk siswa, tetapi sifatnya sesaat dan hanya
menyinggung aspek-aspek yang bersifat permukaan belaka.Sayangnya lagi tindakan
itu biasanya diikuti oleh tingkah laku negatif pada diri siswa termasuk di
dalamya tindakan kekerasan. Adapun contoh tindakan penghukuman atau pengancaman
di antaranya :
- Menghukum dengan kekerasan, larangan dan pengusiran.
- Menerapkan ancaman atau memaksakan berlakunya larangan-larangan.
- Menghardik, mengasari dengan kata, mencemooh, menertawakan.
- Menghukum seorang di antara siswa sebagai contoh bagi siswa-siswa lainnya.
- Memaksa siswa untuk minta maaf atau memaksakan tututan-tuntutan lainnya.
b.
Pengalihan atau Pemasa bodohan
Pemasa bodohan adalah suatu tindakan berupa ketidakpedulian guru terhadap
masalah yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menganggap masalah
selesai dengan sendirinya sedangkan Pengalihan adalah memberikan
kegiatan atau melakukan cara-cara tertentu utuk mengalihkan tingkah laku buruk
siswa. Tindakan ini dapat menimbulkan semangat yang rendah pada siswa, ketidak
tenangan, kecendrungan mencari kambing hitam, agresi dan tindakan kekerasan
lainnya. Adapun contohnya, antara lain :
- Meremehkan suatu kejadian atau tidak melakukan apa-apa sama sekali.
- Menukar susunan kelompok dengan mengganti atau mengeluarkan anggota tertentu.
- Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada tanggung jawab seseorang anggota
- Menukar kegiatan untuk menghindari tingkah laku tertentu dari siswa.
- Mengalihkan tingkah laku siswa dengan cara-cara lain.
c.
Tindakan penguasaan atau penekanan
Tindakan penguasaan atau penekanan adalah tindakan menunjukan
kekuasaan atau menunjukkan orang yang berkuasa untuk memberikan tekanan
terhadap siswa. Tindakan ini akan menghasilkan sikap pura-pura contohnya,
yaitu:patuh, diam-diam dan bahkan mungkin tindakan kekerasan. Contoh dari
tindakan penguasaan dan penekanan adalah :
- Memerintah, memarahi, mengomel
- Memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa
- Menyatakan ketidaksetujuan dengan mempergunakan kata- kata, tindakan, atau pandangan.
- Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan dari ancaman-ancaman yang pernah dijanjikan.
- Mempergunakan hadiah sebagai perbandingan terhadap hukuman bagi para pelanggar.
- Mendelegasikan wewenang kepada siswa untuk memaksakan penguasaan kelas.
Dalam menerapkan pendekatan ini
sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya:
- Jangan menegur siswa di hadapan kawan-kawannya
- Dalam memberikan peringatan kepada siswa jangan mempergunakan nada suara yang tinggi.
- Bersikaplah tegas dan adil terhadap semua siswa.
- Jangan pilih kasih.
- Sebelum menghukum siswa, buktikanlah bahwa siswa itu bersalah.
- Patuhlah pada aturan-aturan yang sudah anda tetapkan.
Teori
ini pada dasarnya mengatakan bahwa semua tingkah laku, baik tingkah laku yang
disukai ataupun yang tidak disukai, adalah hasil belajar. Mereka
yang percaya pada teori ini berpendapat bahwa :
Penguatan
positif, penguatan negatif, hukuman dan penghilangan berlaku bagi proses
belajar pada semua tigkatan umur dan dalam semua keadaan.
Proses
belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang
berlangsung di lingkungan.
Pada
umumnya penguatan itu berupa ganjaran yang diberikan kepada siswa yang
menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar tingkah laku itu
diteruskan.Pemberian ganjaran terhadap tingkah laku yang telah dikuasai oleh
siswa itu disebut penguatan positif.Sebaliknya, penguatan negatif ialah
penguatan yang dilakukan dengan jalan dikuranginya (atau ditiadakannya) hal-hal
(perangsang) yang tidak menyenangkan (yang dikenakan terhadap siswa).
Penghukuman
merupakan penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan untuk meniadakan
tingkah laku yang tidak disukai, walaupun masih diperdebatkan keefektifannya.
a. Pendekatan iklim sosio-emosional
Dibangun
atas dasar pandangan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan
fungsi dari hubungan yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Hubungan guru-siswa sangat besar dipengruhi oleh:
- Keterbukaan atau sikap tidak berpura-pura di depan guru.
- Penerimaan dan kepercayaan guru terhadap siswa-siswanya, dan
- Empati guru terhadap siswa-siswanya.
Pendekatan
iklim sosio-emsional berakar dari pandangan yang mengutamakan hubungan
guru-siswa yang penuh empati dan saling menerima. Apabila siswa bertingkah laku
menyimpang maka guru bertindak memisahkan kesalahan dengan orang yang berbuat
salah, artinya guru tetap menerima siswa yang bersangkutan sambil sekaligus
menolak perbuatan yang menyimpang itu.
b. Pendekatan proses kelompok
Penggunaan
Pendekatan proses kelompok dalam pengelolaan kelas didasarkan atas
prisip-prisip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Penggunaan pendekatan
proses kelompok menekankan pentingnya ciri-ciri kelompok yang ada didalam
kelompok kelas dan saling berhubungan antar siswa yang menjadi anggota kelompok
kelas itu. Dalam hal ini peranan guru yang paling utama adalah mengembangkan
dan mepertahankan keeratan hubungan antar siswa, semangat produktivitas, dan
orientasi pada tujuaan dari kelompok kelas ini.
c. Pendekatan Elektis (Electic approach)
Pendekatan
ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif guru dalarn
memilih berbagai pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya.Penggunaan
pendekatan elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih pendekatan dalam
satu situasi pembelajaran.Penggunaan pendekatan ini menuntut pula kemampuan
guru untuk berimprovisasi dalam menghadapi masalah yang dihadapi siswa. Guru
tidak hanya terpaku pada penerapan salah satu pendekatan dalam perbaikan
tingkah laku siswa, tetapi dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mampu
menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan dua atau tiga
pendekatan.
2. PENDEKATAN / PENDEKATAN
KEKELUARGAAN
1. Pendekatan
Psikodinamik
Pendekatan
ini berusaha memahami apa yang terjadi dan mengapa sampai timbul atau terjadi
keadaan seperti itu. Memahami latar belakang terjadinya sesuatu permasalahan
dapat dipergunakan untuk menentukan langkah-langkah untuk memperbaiki, membina
dan mengarahkan, agar terjadi perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
Pendekatan
ini akan memberi jawaban mengenai "apa", "mengapa",
"bagaimana" terjadinya suatu masalah, (misalnya mengenai disharmoni
dalam keluarga) dan "dengan cara apa" dapat diatasi.
2. Pendekatan Behavioristik
Suatu
pendekatan yang menitik beratkan pada usaha mengatasi gejala (tingkah
laku/psikis) yang ada, yang terlihat, tanpa perlu memperhitungkan proses
terjadinya atau "mengapanya" tetapi secara langsung untuk mengatasi
gejala tersebut. Dalam hal ini perlu dikaitkan dengan prinsip-prinsip dalam
dunia pendidikan atau proses belajar dan perubahan-perubahannya yang diharapkan
terjadi. Suatu gejala dianggap sebagai sesuatu produk dari proses belajar
sebelumnya yang mempengaruhi. Karena itu proses ini bisa dipengaruhi oleh
sesuatu proses belajar yang lain atau sesuatu yang baru untuk mengatasi atau
mengubah gejala tingkah laku, sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pendekatan Gestalt
Pendekatan
yang menitikberatkan pada keseluruhan, pada kepribadian sebagai totalitas yang
melebihi jumlah aspek-aspeknya. Meskipun masalahnya terdapat pada sesuatu Aspek
atau beberapa aspek kepribadian saja, namun tidak bisa dilihat, hanya pada satu
aspek tertentu saja. Melainkan harus dilakukan terhadap pribadi sebagai
kesatuan atau keseluruhan.
4. Pendekatan Konseling
Melalui
hubungan atau percakapan yang terus menerus, seseorang bisa diarahkan unutk
berfikir atau bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai proses
peniruan (imitasi), sugesti, suportif bahkan pelegaan melalui pengungkapan dari
keadaan perasaan seseorang (catharsis).
5. Pendekatan melalui agama
Iman
dan kepercayaan yang kuat merupakan sumber kekuatan untuk mengatasi atau
menghadapi hal-hal yang tidak baik. Agama juga menjadi dasar dan patokan dari
semua tingkahlaku agar orang tidak kacau, ragu-ragu dan mudah terpengaruh oleh
rangsangan-rangsangan negatif yang datang dari luar.
3. MEDIA SUMBER BELAJAR
Sumber
belajar adalah “tempat” asal-usulnya bahan ajar diperoleh (misalnya buku
kumpulan puisi/cerpen, dan sejenisnya) atau “tempat” yang memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman belajar (misalnya alam sekitar dan manusia sumber).
Ketersediaan buku kumpulan cerpen/puisi mengkondisikan siswa dapat membaca
karya sastra untuk memulai proses apresiasi. Pada kesempatan yang lain, untuk
menulis wacana deskripsi, misalnya, siswa dapat diajak mengamati objek di
sekitar kelas atau sekolah. Objek di sekitar kelas atau sekolah itu merupakan
sumber belajar, yakni memungkinkan terjadi proses belajar menulis wacana
deskripsi. Melalui kegiatan mengamati objek, siswa dapat berproses memunculkan
gagasan untuk dituangkan dalam kalimat dan paragraf.
Pemilihan
alat bantu/media/sumber belajar harus benar-benar didasarkan atas pertimbangan
fungsi dan bukan sekedar untuk memenuhi gengsi. Artinya, kehadiran alat
bantu/media/sumber belajar harus benar-benar untuk dimanfaatkan secara optimal
dalam rangka membantu siswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Kehadiran
sumber belajar yang berupa film, misalnya, bukan sekedar untuk dinikmati begitu
saja, tetapi lebih dari itu, film dimanfaatkan untuk belajar melakukan
apresiasi film atau bahkan siswa mungkin dapat belajar bagaimana seorang
sutradara bekerja dengan baik untuk menghasilkan film yang baik.
Alat
bantu/media/sumber belajar yang diperlukan harus ditulis secara rinci dan jelas
misalnya untuk sumber belajar yang berupa buku perlu dicantumkan judul buku,
pengarang, penerbit dan nomor halaman agar pihak lain yang membutuhkan dapat
melacak dan menemukan dengan mudah. Informasi yang jelas mengenai alat
bantu/media/sumber belajar yang digunakan dalam RPP juga menunjukkan bahwa
pembuat RPP sangat bertanggung jawab terhadap sumber-sumber yang digunakan.
1. PERAN ALAT
BANTU PEMBELAJARAN
Sumber
belajar dikatakan alat peraga jika hal tersebut fungsinya hanya sebagai alat
bantu. Hal tersebut dikatakan media jika sumber belajar itu merupakan bagian
yang integral dari seluruh kegiatan belajar”.
Jika
melihat hal tersebut maka media memiliki tugas sebagaimana guru menjadi sumber
belajar bagi siswa. Jadi media merupakan sumber belajar yang bukan manusia.
Dengan demikian media memiliki peran utama dalam keberhasilan pendidikan sedang
alat bantu hanya menjadi perantara dalam memudahkan penyampaian informasi.
Alat bantu opsional atau pengayaan. Alat dapat dipilih guru sesuai kehendaknya sendiri asalkan cukup waktu dan biaya. Alat bantu esensial (diperlukan atau harus digunakan). Alat ini harus digunakan oleh guru untuk membantu pelajar dalam mencapai tujuan-tujuan belajar dari tugas yang diberikan. Alat juga memerlukan waktu dan biaya.
Alat bantu opsional atau pengayaan. Alat dapat dipilih guru sesuai kehendaknya sendiri asalkan cukup waktu dan biaya. Alat bantu esensial (diperlukan atau harus digunakan). Alat ini harus digunakan oleh guru untuk membantu pelajar dalam mencapai tujuan-tujuan belajar dari tugas yang diberikan. Alat juga memerlukan waktu dan biaya.
Media
sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah sebagai suatu kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri, karena memang gurulah yang menghendakinya untuk
membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang di
berikan oleh guru kepada anak didik.
Sasaran
penggunaan media adalah agar anak didik mampu mencipatakan sesuatu yang baru
dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk
dan variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,. Dengan demikian mereka
dengan mudah mengerti dan mamahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
kepada mereka.
2. MACAM-MACAM
MEDIA/ALAT BANTU PEMBELAJARAN
Udin
Saripudin dan Winataputra (199;65) mengelompokkan sumber belajar menjadi lima
kategori yaitu : manusia, buku / perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan
media pendidikan.
1)
Dilihat dari jenisnya, Media dibagi
ke dalam :
a.
Media Auditif
Adalah media yang hanya mengandalkan
kemampuan suara saja, seperti : radio, cassette recorder, piringan hitam media
ini tidak cocok untuk orang yang mempuyai kelainan dalam pendengaran.
b.
Media Visual
Adalah media yang mengandalkan indra
penglihatan. Media ini menampilkan gambar diam seperti film, rangkai foto,
gambar atau lukisan, cetakan dan juga yang menampilkan gambar atau simbol yang
bergerak seperti film bisu, film kartun.
c.
Media Audiovisual
Adalah media yang mempunyai unsur
rupa dan gambar. Media ini dibagi ke dalam :
1. Audiovisual diam
2. Audiovisual gerak
1)
Dilihat
dari daya liputnya, Media dibagi ke dalam :
a. Media dan
daya liput luas dan serentak.
Contoh : radio dan televisi.
b. Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat.
Contoh : film, soun slide, film rangkai.
c. Media untuk
pengajaran individual
Media ini digunakan hanya untuk seorang
diri
Contoh : modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.
Contoh : modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.
1)
Dilihat
dari bahan pembatannya, Media dibagi :
a. Media sederhana
b. Media kompleks
a. Media sederhana
b. Media kompleks
3. PRINSIP
PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN MEDIA/ALAT BANTU PEMBELAJARAN
Drs.
Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran.
1. Tujuan Pemilihan
Memilih
media harus dengan maksud dan tujuan yang jelas.
2. Karakteristik Media Pengajaran
Setiap
media mempunyai karakteristik tertentu jadi pemahaman. Karakteristik media
sangat diperlukan dalam penetapan penggunaan media.
3. Alternatif Pilihan
Guru
harus mampu menetapkan atau memutuskan media yang tepat dan sesuai dengan
materi pelajaran.
Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media
Disamping
harus memenuhi prinsip pemilihan dalam penggunaan media juga harus
memperhatikan faktor – faktor :
a.
Objektivitas
b.
Program
Pengajaran
c.
Sasaran
Program
d.
Situasi
dan kondisi
e.
Kualitas
Teknik
f.
Keefektifan
dan Efisiensi penggunaan.
4.
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN MEDIA/ALAT BANTU PEMBELAJARAN
Peranan
media akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya. Ketika fungsi-fungsi
media pelajaran diaplikasikan ke dalam proses belajar mengajar maka akan
terlihat peranannnya sebagai berikut :
1. Media yang digunakan guru sebagai
penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan.
2. Media dapat memunculkan permasalahan
untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa.
3. Media sebagai sumber belajar bagi
siswa.
Bertolak
dari fungsi dan peranan media diharapkan pemahaman guru terhadap media menjadi
lebih jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan. Guru dapat
mengembangkan media sesuai kemampuannya dengan tidak mengabaikan
prinsip-prinsip dan faktor-faktor dalam memilih dan menentukan media yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar.
Langkah-langkah dalam pemanfaatan
media.
i.
Merumuskan
tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.
ii.
Persiapan
guru. Pada fase ini guru memilih dan memanfaatkan media massa yang akan dimanfaatkan
guna mencapai tujuan.
iii.
Persiapan
kelas. Siswa atau kelas harus mempunyai persiapan dalam menerima pelajaran
dengan menggunakan media tertentu.
iv.
Langkah
penyajian dan pemanfaatan media. Pada fase ini penyajian bahan pelajaran dengan
memanfaatkan media pengajaran.
v.
Langkah
kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media
pengajaran.
vi.
Langkah
evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar di evaluasi sampai
sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai sejauh
mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses
belajar siswa
Paling
mutakhir, media komputer berbasis internet menjadi sumber belajar acuan yang
cukup digemari sekarang ini. Selain berfungsi sebagai sumber informasi melalui
situs-situs yang menyediakan beragam materi, internet adalah media diskusi
ilmiah online. Dengan internet, diskusi yang diadakan dapat berlangsung kapan
saja dan oleh siapa saja yang tidak berada dalam satu lokasi.
Sebelum
memutuskan untuk memanfaatkan media dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas,
hendaknya guru melakukan seleksi terhadap media pembelajaran mana yang akan
digunakan untuk mendampingi dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya.
Berikut ini disajikan beberapa tips atau pertimbangan-pertimbangan yang dapat
digunakan guru dalam melakukan seleksi terhadap media pembelajaran yang akan
digunakan.
1. Menyesuaikan
Jenis Media dengan Materi Kurikulum
Sewaktu
akan memilih jenis media yang akan dikembangkan atau diadakan, maka yang perlu
diperhatikan adalah jenis materi pelajaran yang mana yang terdapat di dalam
kurikulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media pembelajaran. Kemudian,
dilakukan telaah tentang jenis media apa yang dinilai tepat untuk menyajikan
materi pelajaran yang dikehendaki tersebut. Karena salah satu prinsip umum
pemilihan/pemanfaatan media adalah bahwa tidak ada satu jenis media yang cocok
atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran.
Sebagai
contoh misalnya, pelajaran bahasa Inggris. Untuk kemampuan berbahasa
mendengarkan atau menyimak (listening skill), media yang lebih tepat digunakan
adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata
bahasa, maka media yang lebih tepat digunakan adalah media cetak. Sedangkan
untuk mengajarkan kepada peserta didik tentang cara-cara menggunakan organs of
speech untuk menuturkan kata atau kalimat (pronunciation), maka media video
akan lebih tepat digunakan.
Contoh
lain untuk pelajaran Biologi. Untuk mengajarkan bagaimana terjadinya proses
peredaran darah atau pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, maka media
video dinilai lebih tepat untuk menyajikannya. Dengan menggunakan teknik
animasi, maka media video dapat memperlihatkan atau memvisualisasikan proses
yang tidak dapat dilihat dengan mata materi pelajaran yang berkaitan dengan
proses. Melalui visualisasi yang disajikan media video, maka peserta didik akan
lebih mudah memahami materi pelajaran tentang proses peredaran darah atau
pencernaan makanan di dalam tubuh manusia. Demikian juga halnya dalam
menjelaskan profil kehidupan binatang buas, maka media video merupakan jenis
media yang lebih tepat untuk menyajikannya.
2. Keterjangkauan
dalam Pembiayaan
Dalam
pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga mempertimbangkan
ketersediaan anggaran yang ada. Kalau seandainya guru harus membuat sendiri
media pembelajaran, maka hendaknya dipikirkan apakah ada di antara sesama guru
yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan media
pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajagi berapa besar
biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan medianya jika harus dikontrakkan kepada
orang lain. Namun sebelum dikontrakkan kepada orang lain, satu hal yang perlu
dipertimbangkan adalah apakah media pembelajaran yang dibutuhkan tersebut tidak
tersedia di pasaran. Seandaianya tersedia di pasaran, apakah tidak lebih cepat,
mudah dan juga murah kalau langsung membelinya daripada mengkontrakkan pembuatannya?
Pilihan
lain adalah apabila kebutuhan media pembelajaran itu masih berjangka panjang
sehingga masih memungkinkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan pembuatan
media yang dikehendaki. Dalam kaitan ini, perlu dipertimbangkan mengenai
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengirimkan guru mengikuti pelatihan
pengembangan media pembelajaran yang dikehendaki. Selain itu, perlu juga
dipikirkan apakah guru yang akan dikirimkan mengikuti pelatihan tersebut masih
mempunyai waktu memadai untuk mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan
sekolah. Apakah fasilitas pemanfaatannya sudah tersedia di sekolah? Kalau
belum, berapa biaya pengadaan peralatannya dalam jumlah minimal misalnya.
3. Ketersediaan
Perangkat Keras untuk Pemanfaatan Media Pembelajaran
Tidak
ada gunanya merancang dan mengembangkan media secanggih apapun kalau tidak
didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di kelas. Apa artinya
tersedia media pembelajaran online apabila di sekolah tidak tersedia perangkat
komputer dan fasilitas koneksi ke internet yang juga didukung oleh Local Area
Network (LAN).
Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (seperti misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan/fasilitas pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat. Selain itu, sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering. Dari segi ekspertis atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media kaset audio atau transparansi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.
Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (seperti misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan sangat bermanfaat karena peralatan/fasilitas pemanfaatannya tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat. Selain itu, sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media sederhana juga cukup mudah yaitu hanya dengan menggunakan baterai kering. Dari segi ekspertis atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana seperti media kaset audio atau transparansi misalnya tidaklah terlalu sulit untuk mendapatkannya. Tidaklah juga terlalu sulit untuk mempelajari cara-cara perancangan dan pengembangan media sederhana.
4. Ketersediaan
Media Pembelajaran di Pasaran
Karena
promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/mempesona atau menjanjikan
misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajaran yang
ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajarannya (program), sekolah
harus terlebih dahulu membeli perangkat keras untuk pemanfaatannya. Setelah
peralatan pemanfaatan media pembelajarannya dibeli ternyata di antara guru
tidak ada atau belum tahu bagaimana cara-cara mengoperasikan peralatan
pemanfaatan media pembelajaran yang akan diadakan tersebut. Di samping itu,
media pembelajarannya (program) sendiri ternyata sulit didapatkan di pasaran
sebab harus dipesan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu.
Kemudian,
dapat saja terjadi bahwa media pembelajaran yang telah dipesan dan dipelajari,
kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan dengan kebutuhan
peserta didik (sangat dangkal). Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa materi
yang dikemas di dalam media pembelajaran sangat cocok danmembantu mempermudah
siswa memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa media
pembelajaran tersebut sulit didapatkan di pasaran.
5. Kemudahan Memanfaatkan
Media Pembelajara.
Aspek
lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam pengembangan
atau pengadaan media pembelajaran adalah kemudahan guru atau peserta didik
memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran yang
dikembangkan sendiri atau yang dikontrakkan pembuatannya ternyata tidak mudah
dimanfaatkan, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Media yang dikembangkan
atau dibeli tersebut hanya akan berfungsi sebagai pajangan saja di sekolah.
Atau, dibutuhkan waktu yang memadai untuk melatih guru tertentu sehingga
terampil untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan medianya
Permasalahan
yang sering muncul berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran, yakni
ketersediaan dan pemanfaatan. Ketersediaan media, masih sangat kurang sehingga
parapengajar menggunakan media secara minimal. Media yang sering digunakan
adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar,
dan sebagainya), dan didukung dengan alat bantu sederhana yang masih tetap
digunakan seperti papan tulis/white board dan kapur/spidol.
Sedangkan
media audio dan visual (kaset audio, siaran TV/Radio, overhead
transparency,video/film,), dan media elektronik (komputer, internet) masih
belum secara intensif dimanfaatkan.
Masalah
kedua, pemanfaatan media. Media cetak merupakan media yang paling sering
digunakan oleh pengajar, karena mudah untuk dikembangkan maupun dicari dari
berbagai sumber. Namun, kebanyakan media cetak sangat tergantung pada verbal
symbols (kata-kata) yang bersifat sangat abstrak, sehingga menuntut kemampuan
abstraksi yang sangat tinggi dari pebelajar, hal inilah yang dapat menyulitkan
mereka. Karena itu dalam pemanfaatan media ini, diperlukan kreativitas pengajar
juga pertimbangan instruksional yang matang dari pengajar. Kenyataan yang
sering terlihat adalah, banyak pengajar menggunakan media pembelajaran
“seadanya” tanpa pertimbangan pembelajaran (instructional consideration), dan
ada pula pengajar yang menggunakan media canggih walaupun sesungguhnya tidak
diperlukan dalam pembelajaran.
4. PENGGUNAAN
METODE
1.
Metode
Belajar Mengajar ‘Ceramah’
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh seseorang guru terhadap kelasnya. Dalam pelaksanaan
ceramah untuk menjelaskan urainnya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu,
seperti gambar- gambar dan yang paling utama adalah bahasa lisan.
Metode
ceramah adalah metode mengajar yang sampai saat ini masih mendominasi atau
paling banyak di gunakan guru dalam dunia pendidikan.
2.
Metode
Belajar Mengajar ‘Tanya Jawab’
Metode tanya jawab ialah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang
harus dijawab, terutama dari guru ke siswa dan begitu juga sebaliknya.
Metode
ini banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, baik di lingkungan
keluarga, masyarakat maupun sekolah. Dan metode ini merupakan salah satu teknik
mengajar yang dapat membantu kekurangan- kekurangan pada metode ceramah,
dikarenakan apabila suatu penjelasan guru yang belum dimengerti, maka
siswa/anak didik dapat langsung menanyakan pada guru.
3.
Metode
Belajar Mengajar ‘Pemberian Tugas’
Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar di mana
guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut
dipertanggung jawabkan kepada guru. Dalam hal ini guru memberikan tugas pada
murid untuk maju ke depan kelas untuk medemonstrasikan apa yang diajarkan guru.
Dalam
pendidikan agama sering digunakan metode ini terutama dalam hal yang bersifat
praktis, sehingga siswa mempunyai gambaran yang jelas tentang materi pelajaran
yang telah diterimanya.
4.
Metode
Belajar Mengajar ‘Demostrasi/Praktek’
Metode Demostrasi atau praktik adalah metode mengajar yang
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik.
Metode
ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang
berhubungan dengan proses yang bersifat praktis, misalnya : Bagaimana cara yang
benar dalam melaksanakan ibadah sholat, baik cara memulai, mengerjakan maupun
cara mengakhiri shalat serta apa saja yang disunnahkan dan membatalkannya.
5. EVALUASI
Mengapa Guru Perlu Melakukan
Evaluasi Proses Pengajaran
Guru adalah orang yang paling
penting statusnya di dalam kegiatan belajar-mengajar karena guru memegang tugas
yang amat penting, yaitu mengatur dan mengemudikan bahtera kehidupan kelas.
Bagaimana kelas berlangsung merupakan hasil dari kerja guru.
Di dalam melaksanakan tugas yang penting “menciptakan suasana kelas” tersebut guru berupaya sekuat tenaga agar kehidupan kelas dapat berjalan mulus. Siswa dapat belajar tanpa hambatan dan dapat menguasai apa yang diajarkan oleh guru dengan nilai yang baik. Jika ternyata nilainya tidak baik, guru tentu ingin menelusuri apa penyebab nilai yang tidak baik itu. Jika guru tidak mengetahui apa dan bagaimana evaluasi proses pengajaran, ia tidak akan mampu melaksanakan tugas penelusuran penyebab tidak baik. Agar ia mampu melakukan tugas dengan sempurna, harus bersedia mempelajari evaluasi proses pengajaran.
Orang yang melakukan evaluasi (evaluator) dalam kegiatan proses pengajaran dapat berasal dari dalam (yang ikut terlibat di dalam kegiatan), dan dapat pula orang dari luar (yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan), masing-masing evaluator mempunyai kelemahan.
Di dalam melaksanakan tugas yang penting “menciptakan suasana kelas” tersebut guru berupaya sekuat tenaga agar kehidupan kelas dapat berjalan mulus. Siswa dapat belajar tanpa hambatan dan dapat menguasai apa yang diajarkan oleh guru dengan nilai yang baik. Jika ternyata nilainya tidak baik, guru tentu ingin menelusuri apa penyebab nilai yang tidak baik itu. Jika guru tidak mengetahui apa dan bagaimana evaluasi proses pengajaran, ia tidak akan mampu melaksanakan tugas penelusuran penyebab tidak baik. Agar ia mampu melakukan tugas dengan sempurna, harus bersedia mempelajari evaluasi proses pengajaran.
Orang yang melakukan evaluasi (evaluator) dalam kegiatan proses pengajaran dapat berasal dari dalam (yang ikut terlibat di dalam kegiatan), dan dapat pula orang dari luar (yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan), masing-masing evaluator mempunyai kelemahan.
a. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
sangat memahami seluk-beluk
kegiatan, tetapi ada kemungkingan dapat dipengaruhi oleh keinginan untuk dapat
dikatakan bahwa prosesnya berhasil. Dengan kata lain, evaluator dalam dapat
diganggu oleh unsur subjektivitas. Jika hal itu terjadi, data yang terkumpul
kurang benar dan kurang akurat meskipun barang kali cukup lengkap.
b. Evaluator Luar (External
Evaluator)
mungkin menjumpai kesulitan dalam
memperoleh data yang lengkap karena ada hal-hal yang “disembunyikan” oleh para
pelaksana proses. Namun, karena evaluator tidak berkepentingan akan “nama baik”
proses/program, maka data yang terkumpul dapat lebih objektif.
Sebagai pelaksana yang mengetahui
betul apa yang terjadi di dalam proses belajar-mengajar, guru berkepentingan
atas kualitas pengajaran. Untuk memperbaiku proses pengajaran yang akan
dilaksanakan lain waktu, guru perlu mengetahui seberapa tinggi tingkat
pencapaian dari tugas-tugas yang telah dikerjakan setelah kurun waktu tertentu.
Objek atau Sasaran Evaluasi Proses
Pengajaran
Sebelum mengenal sasaran evaluasi
secara cermat, kita perlu memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang
bersangkutan dengan kegiatan belajar-mengajar, yakni kita perlu mengenal model
transformasi proses pendidikan. Di dalam prosese transformasi, siswa yang baru
masuk mengikuti proses pendidikan dipandang sebagai bahan mentah yang akan
diolah melaluui proses pengajaran. Siswa yang baru masuk (input) ini memiliki
karakteristik untuk kekhusussan sendiri-sendiri, yang banyak mempengaruhi
keberhasilan dalam belajar. Di samping itu ada masukan lain yang juga berpengaruh.
Yaitu, masukan Instrumental dan masukan lingkungan.dan siswa yang sudah di
transformasi di sebut bahan jadi atau dikenal dengan hasil atau keluaran
(output).
Objek untuk sasaran evaluasi proses
pengajaran adalah komponen-komponen sistem pengajaran itu sendiri, baik yang
berkenaan dengan masukan proses (input). Maupun dengan keluaran (output),
dengan semua dimensix.
Komponen masukan dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, yakni:
1. Masukan Mentah (Raw input)
Yaitu para siswa penelitian terhadap
masukan mentah yakni siswa sebagai objek belajar, mencakup aspek-aspek berikut:
a. Kemampuan Siswa.
Penelitian terhadap kemampuan siswa
idealnya menggunakan pengukuran Intelegensia atau potensi yang dimilikinya.
Namun, mengingat sulitnya hal itu, maka guru dapat melakukan penilaian ini
dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang di
tunjukkannya, misalnya analisis terhadap hasil tes seleksi masuk, nilai STTB,
Raport, hasil Ulangan. Analisis kemampuan ini sangat bermanfaat bagi guru dalam
menentukan strategi pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa.
b. Minat, Perhatian dan Motivasi Belajar Siswa.
Keberhasilan belajar siswa tidak
semata-mata ditentukan oleh kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga di tentukan
oleh minat, perhatian, dan motivasi belajarnya. Sering ditemukan siswa yang
mempunyai kemampuan yang tinggi gagal dalam belajarnya di sebabkan oleh
kurangnya minat, perhatian dan motivasinya. Minat, perhatian dan motivasi pada
hakikatnya merupakan usaha siswa dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Berbagai
alat penilaiaan yang dapat di gunakan untuk menumbuhkan kesemuanya tadi adalah
: pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa, wawancara kepada siswa, studi
data pribadi siswa, kunjungan rumah, dialog dengan orang tuanya dan lain
sebagainya.
c. Kebiasaan Belajar Siswa.
Kebiasaan belajar baik dari segi
cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar, suasana belajar, dan
lain-lain merupakan faktor penunjang keberhasilan belajar siswa. Kebiasaan
belajar yang salah harus di perbaiki dan di tinggalkan, dan guru mencoba
mengembangkan kebiasaan belajar baru yang lebih bermakna. Untuk memperoleh
informasi mengenai kebiasaan belajar para siswa, gguru dapat menggunakan teknik
abservasi atau pengamatan terhadap cara belajar siswa, misalnya cara membaca buku,
mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, cara diskusi.
d. Karateristik Siswa.
Karakteristik pribadi siswa berbeda
satu sama lain, hal ini mempengaruhi siswa dalam proses belajarnya. Sikap dan
pendekatan guru dalam menghadapi siswa harus memperhitungkan karakteristik
tersebut. Untuk mengetahui karakteristik siswa, guru perlu mengamati tingkah
laku siswa dalam berbagai situasi, analisis, wawancara, dan memberikan
kuisoner.
Aspek-aspek yang dikemukakan diatas
minimal harus diketahui oleh guru agar ia dapat menyatukan strategi pengajaran
sesuai dengan kondisi pada siswa.
2. Masukan Alat (Instrumental Input)
Yakni unsur manusia dan non-manusia
yang mempengaruhi terjadinya proses penilaian terhadap masukan instrumental
mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:
a. Materi atau Kurikulum.
Kurikulum adalah program belajar
untuk siswa, terdiri dari pengetahuan ilmiah, pengalaman, dan kegiatan belajar
anak yang telah disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan.
Penilaian terhadap kurikulum penting dilakukan oleh guru, penilaian tersebut
dapat dilakukan melalui kajian dan analisis GBPP bukan pedoman guru, buku
pelajaran, dan kemampuan guru itu sendiri (introspeksi) dalam melaksanakan
kurikulum tersebut.
b. Guru atau Kemampuan Guru Mengajar.
b. Guru atau Kemampuan Guru Mengajar.
Kemampuan guru mengajar merupakan
dimensi paling utama untuk dilakukan penilaian monitoring sendiri adalah oleh
Kepala Sekolah. Dengan penilaian ini diharapkan ada usaha dari guru untuk
selalu meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran.
c. Metode adalah Pendekatan dalam Mengajar.
Evaluasi terhadap metode mengajar
merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali tentang metode mengajar,
pendekatan, atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi kurikulum kepada siswa.
d. Sarana : Alat Pelajaran adalah Media Pendidikan.
Sasaran evaluasi yang berkenaan
dengan sarana pendidikan antara lain kelengkapannya, ragam jenisnya, modelnya,
kemudahannya untuk digunakan. Mudah dan sukarnya untuk diperoleh, kecocokan
dengan materi, jumlah evaluasinya dilakukan melalui observasi, monitoring,
wawasan dan lain-lain.
3. Masukan Lingkungan (Environmental
Input)
Masukan lingkungan ini ada yang
hadir disekitar proses belajar-mengajar, bukan merupakan sesuatu yang terkait
dengan dan berpengaruh langsung pada prestasi belajar.
Ada dua macam masukan lingkungan yaitu:
Ada dua macam masukan lingkungan yaitu:
a. Lingkungan Manusia
Yang dapat digolongkan sebagai
masukan lingkungan manusia bukan hanya kepala sekolah, guru-guru, dan pegawai
tata usaha di sekolah itu, tetapi siapa saja yang dengan sengaja akan tidak
berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa.
b. Lingkungan non-Manusia
Yaitu segala hal yang berada di
lingkungan siswa, yang secara langsung tidak berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa misalnya suasana sekolah, halaman sekolah, keadaan gedung, dan
lain-lain.
Fungsi dan Tujuan Evaluasi Proses Pengajaran
Pada umumnya evaluasi terhadap
proses pengajaran itu dilakukan sebagai bagian integral dari pengajaran itu
sendiri. Artinya evaluasi harus tidak terpisah dalam penyusunan dan pelaksanaan
pengajaran. Evaluasi proses pengajaran berfungsi untuk:
1. Mengetahui kemampuan dan perkembangan anak didik setelah mengetahui atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
2. Mengetahui sampai dimana keberhasilan suatu metode sistem
pengajaran yang dipergunakan.
3. Dengan mengetahui kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil dari evaluasi itu, selanjutnya kita dapat berusaha untuk mencari perbaikan.
3. Dengan mengetahui kekurangan serta keburukan yang diperoleh dari hasil dari evaluasi itu, selanjutnya kita dapat berusaha untuk mencari perbaikan.
Sedangkan tujuan daripada evaluasi
proses pengajaran itu sendiri adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang
akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan murid dalam
pencapaian tujuan yang diinginkan. Disamping itu juga dapat digunakan bagi
guru-guru atau supervisor untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan
dan keefisiensian pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan belajar dan
metode-metode yang digunakan, sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan
program dan pelaksanaannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa
menjadikan suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajaran
atau penyampaian pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan
pengetahuan diantara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan
baik.
Pendekatan
kekeluargaan juga harus dilakukan agar Suatu gejala yang dianggap sebagai masalah
dapat diselesaikan dan dipecahkan. Karena proses itu bisa mempengaruhi proses
belajar yang lain atau sesuatu yang baru bisa terjadi bila tidak diatasi yang
akan mengubah gejala tingkah laku peserta didik, yang nantinya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Sebagai
mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Pada
umumnya, seorang guru hanya melakukan metode ceramah saja. Namun agar siswa
ikut aktif dalam proses belajar harus dibagi beberapa metode. Misalnya metode
Tanya jawab. Juga agar peserta didik tidak merasakan kejenuhan atau bosan.
Setiap
kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau
keefektifan metode mengajar.
Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok
pendidikan hendaklah peran pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai
akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga
berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan
dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam,
sehingga dengan pementapan adanya tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan
khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar diharapkan guru dapat
mengetahui tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan diharapkan
terjalinnya hubungan yang harmonis dengan para peserta didiknya sehingga
harapan tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan mudah terwujudkan.
DAFTAR
PUSTAKA
- Sudijono, Anas. 2005, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.
- Purwanto, M. Ngalim. 1996, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remadja Karya CV.
- Arikunto, Suharsimi. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi Aksara.
- Purwanto, M. Ngalim. 1996, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remadja Karya CV.
- Arikunto, Suharsimi. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi Aksara.
(1)
http://suediguru.blogspot.com/2009/06/media-pembelajaran-alat-peraga-dan-alat.html
(2) http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/26/makalah-ilmu-pendidikan-tentang-penggunaan-media-sumber-belajar-dalam-proses-belajar-mengajar/
(3) http://students.blog.unnes.ac.id/4n43k4/2009/05/06/penggunaan-media-sebagai-sumber-belajar/
(2) http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/26/makalah-ilmu-pendidikan-tentang-penggunaan-media-sumber-belajar-dalam-proses-belajar-mengajar/
(3) http://students.blog.unnes.ac.id/4n43k4/2009/05/06/penggunaan-media-sebagai-sumber-belajar/
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul
Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
H. Emil Rosmali, SE. Tugas dan Peran Guru. http://www.alfurqon.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=58&Itemid=110
Post a Comment